Politik Uang Tinggi, Bawaslu Wonosobo akan Bangun Desa Anti Politik Uang

Politik Uang Tinggi, Bawaslu Wonosobo akan Bangun Desa Anti Politik Uang

MAGELANGEKSPRES.COM.WONOSOBO – Tingginya angka partisipasi politik di Kabupaten Wonosobo tidak berati kualitas kesadaran politik meningkat.  Hal tersebut dilihat dari money politik yang  dianggap masih dominan. Ketua Bawaslu Kabupaten Wonosobo, Sumali Ibnu Chamid mengemukakan, angka indeks politik memang belum tinggi. Hal ini bisa dilihat dari seseorang yang ikut berpartisipasi hanya sekedar memilih. Belum pada tingkatan memahami profil dari setiap calon. “Mereka itu belum memahami sebenarnya kebutuhan memilih ini untuk apa. Belum sampai berfikir memilih itu untuk menentukan pembangunan lima tahun kedepan seperti apa. Hanya sedikit yang paham soal ini,” katanya usai gelar rakor evaluasi  lintas sektoral kemarin. Menurutnya, yang paling bertanggungjawab soal praktik pendidikan politik adalah parpol itu sendiri. Sebab hal tersebut sudah diatur dalam UU Kepartaian. Tugas pendidikan politik sebenarnya adalah tugas partai. “Maka di situ ada juga bantuan dana partai. Arahnya ya kesana,\" lanjutnya. Dalam posisi ini, sebenarnya KPU dan Bawaslu bertugas dalam proses mekanisme pemilihan. Namun dirinya mengakui bahwa tugasnya bukan hanya melakukan dan mengawasi proses pemilu. Tapi juga membangun kesadaran. Bahwa politik adalah bagian dari  bernegara dan menentukan masa depan dalam bernegara. “Oleh karenanya Bawaslu sendiri pada pilkada tahun 2020 mendatang akan menggunakan metode berbasis desa. Dengan membentuk tiga desa pengawasan dan desa anti money politik,” katanya. Dijelaskan, tiga desa anti politik uang tersebut diantaranya Desa Burat Kepil, Desa Banjaran Kertek dan Desa Pakuncen Kecamatan Selomerto. Bawaslu saat ini sedang inten berkomunikasi dengan tiga desa tersebut. Baca Juga Tidak Bisa Berenang, Seorang Santri di Wonosobo Tewas Tenggelam di Sungai Wanganaji “Pemerintah desa ketiga desa itu sudah siap dan terbuka. Bahkan ada desa yang membentuk perdes anti politik uang,” ujarnya. Sementara itu, Sekda Kabupaten Wonosobo, One Andang Wardoyo mengemukakan bahwa angka partisipasi politik di Kabupaten Wonosobo tergolong tinggi. Namun hal tersebut tidak disertai dengan political rigth atau indeks politiknya. Sebab, melihat dari pengalaman, angka money politik masih besar. “ Meski belum ada study ya, secara spesifik. Alat ukurnya seperti apa, tapi kondisinya memang seperti itu,” katanya. Menurutnya, indikasi tersebut bisa dilihat dari maraknya money politik yang beredar. Saat proses pemilihan tengah berlangsung. Rata-rata, orang melilih karena tergantung dari calon punya uang atau tidak. “Itu kan banyak yang terjadi. Di pilkades begitu, di pileg, dan pilbub juga begitu. Sehingga menunjukkan cost politiknya tinggi,”  terangnya. Dilanjutkan, jika posisi political rigth ini tinggi. Orang memilih bukan berdasar pada kemampuan si calon. Namun lebih kepada uang yang dibagikannya. Hal tersebut bisa terjadi karena banyak faktor. \"Meskipun ada uang, namun belum tentu warga akan mencoblos sesuai pada yang memberinya uang. Tapi sesuai dengan preverensi politiknya dia,\" resahnya. Terkait hal itu,  memang ada faktor yang perlu dibenahi. Terutama tingkat pendidikan yang masih rendah. Sehingga, cenderung pragmatis dalam memilih calon. Hal tersebut dinilai menyangkut juga pada kesejahteraan pemilih. Sehingga tingkat kesadaran politik menjadi rendah. “Demokrasi itu kan tidak bisa dilepaskan dari pendidikan,” imbuhnya Maka untuk mengurangi persoalan ini, pihaknya akan terus melakukan komunikasi terhadap parpol. Agar lebih massif dalam melakukan edukasi politik. Sebab persoalan itu sudah seharusnya segera digeser ke arah yang lebih demokratis. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: